Sungguh tiada dapat dipungkiri bahwa kharisma, ketauladanan dan kematangan jiwa sebagai seorang pemimpin besar yang terdapat pada diri Ir. Soekarno – Sang Proklamator dan Presiden Pertama Republik Indonesia – merupakan hasil dari rangkaian proses yang penuh dengan pahit getirnya perjuangan. Seluruh romantika itu seolah harus beliau alami sebagai prasyarat untuk mengambil ‘tuah’ untuk mengayomi seluruh rasa dan gelora Bangsa Indonesia yang akan dipimpinnya di kemudian hari. Lembaran-lembaran kehidupan telah ‘mengasah’, ‘mengasih’ dan ‘mengasuh’ beliau hingga akhirnya muncul dari inti bumi, menjadi ‘mutiara pertiwi’ yang menyinari perjuangan bangsa dengan hati dan jiwa yang tetap membumi.
Salah satu lembar penitis ’tuah’ kepemimpinan itu adalah perjalanan pengasingan ‘Sang Maestro’ di Bengkulu. Dengan tendensi untuk membuat perjuangan beliau mati, penjajah Kolonial Belanda mengirim Ir. Soekarno ke Bumi Raflesia yang saat itu sangat terpencil dan merupakan wilayah ex-kolonialisme Inggris yang ditukar guling oleh Belanda dengan pulau kecil Singapura di Selat Malaka.
Namun siapa nyana, ternyata di tempat ini justru beliau menerima ‘wangsit keagungan’-nya sebagai ‘kusuma’ bangsa. Hari-hari di pengasingan ternyata bukan lah hari-hari yang kelam dan sia-sia. Namun justru menjadi hari-hari yang membuat beliau mendapatkan banyak ’mukjizat’. Dari bumi ’Bengkulen’ ini Sang Proklamator mendapatkan titisan Pemimpin Besar Nusantara yang disegani oleh seluruh penjuru dunia. Konon, berbagai spirit pusaka dari Bengkulu selalu menjadi bagian penting dalam kepemimpinan beliau.
Lebih dari itu, kepemimpinan ’Sang Bapak Bangsa Indonesia Sepanjang Masa’ ini seolah tiada dapat dipisahkan dari kesempurnaan yang begitu indah dari keteduhan sekeping hati seorang Putri Bengkulu, Fatmawati. Kehangatan jiwa seorang Fatmawati menjadi penyempurna segala kebahagiaan dan penghapus segala keluh ’Sang Pemimpin’ dalam meretas bulir demi bulir keringat perjuangan kemerdekaan bangsa.
Dalam segala kesederhanaannya, ’Sang Bunga Pertiwi’ tampil menjadi ’sandaran hati’ kebanggaan sang suami; menjadi ibu yang mengayomi seluruh anak negeri. Perjuangan merebut kemerdekaan yang ditasbihkan dengan pernyataan ’Proklamasi Kemerdekaan’ oleh Sang Proklamator disempurnakan dengan begitu indah oleh ’Bu Fat’ dengan lentik jari mungilnya yang halus kuning langsat merangkai lembaran kain ’Merah Putih’ – Bendera Pusaka. Amanah rakyat sebagai Presiden Pertama RI yang harus diemban ’Bung Karno’ disempurnakan dengan begitu tulus dan bersahaja oleh Fatmawati sebagai Ibu Negara pertama Indonesia.
Kisah pahit getir perjuangan di pengasingan, keteguhan hati, spirit kejuangan, kebersamaan dengan rakyat, hingga kisah romantisme sebagaimana dituturkan diatas terekam dengan begitu lengkap, nyata dan terpelihara dengan baik di sebuah rumah di Jalan Soekarno – Hatta, Kelurahan Anggut Atas Kota Bengkulu. Rumah yang didiami oleh Ir. Soekarno semasa pengasingannya di Bengkulu Tahun 1938 s/d 1942.
Rumah kediaman ini menjadi situs sejarah yang sangat penting bagi Bangsa Indonesia saat ini. Oleh karenanya untuk kepentingan pengembangan dan pemeliharaan kelangsungan aset sejarah, situs ini berikut areal di sekitarnya telah direvitalisasi menjadi Kawasan Persada Bung Karno. Dengan ini diharapkan seluruh ’anak negeri’ dan pengunjung dapat memahami betapa Bengkulu memegang peranan yang sangat penting bagi lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Datanglah ke Bengkulu, dan rasakan betapa bangganya menjadi Bangsa Indonesia !!!! (La Fortuna)
0 komentar:
Posting Komentar